Nyanyi Sunyi Revolusi : Pergulatan Batin Penyair Besar Amir Hamzah

Telescopemagz –Turut mendukung himbauan Pemerintah #dirumahsaja terkait Pandemi Covid-19, Bakti Budaya Djarum Foundation tetap kembali mengajak para penikmat seni untuk #NontonTeaterDiRumahAja di akhir pekan ini.
Menyusul pertunjukan Bunga Penutup Abad dan Teater Tari Seni Citraresmi, penikmat seni rekaman kembali dapat menyaksikan secara streaming rekaman dari pertunjukan teater bertajuk Nyanyi Sunyi Revolusi.
Menyusul pertunjukan Bunga Penutup Abad dan Teater Tari Seni Citraresmi, penikmat seni rekaman kembali dapat menyaksikan secara streaming rekaman dari pertunjukan teater bertajuk Nyanyi Sunyi Revolusi.
Pertujukan akhir pekan bertajuk “Nyanyi Sunyi Revolusi” yang mengangkat kisah hidup dari penyair besar Amir Hamzah ini dapat disaksikan secara live streaming pada Sabtu-Minggu, 2 & 3 Mei 2020 mulai pkl. 14.00 WIB di www.indonesiakaya.com .
“Amir Hamzah merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan bahasa Indonesia dan kecintaannya akan bahasa Indonesia dapat dilihat dari dukungannya kepada Sumpah Pemuda yang baru berumur dua tahun dan komitmennya untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai pertemuan dan kehidupan sehari-hari. Perjalanan hidup Amir Hamzah, kisah cinta, dan perjuangan terhadap negara penuh ironi dan tragedi. Namun, semua ini tidak sedikitpun mengurangi rasa cintanya kepada tanah air sehingga akhirnya namanya diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Kami harap melalui penayangan rekaman pertunjukan ini, penikmat seni lebih mengenal sosok Amir Hamzah dan terjadinya revolusi sosial yang menjadi catatan sejarah terbentuknya republik yang kita cintai ini,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Pertunjukan Nyanyi Sunyi Revolusi yang ditayangkan ini, merupakan rekaman dari pementasan yang ditayangkan pada 2 dan 3 Februari 2019 di Gedung Kesenian Jakarta. Amir Hamzah merupakan salah satu keluarga bangsawan Melayu Kesultanan Langkat, sebuah kerajaan yang pada masa Hindia Belanda terletak di Sumatera Timur. Lewat kumpulan puisinya Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941) memposisikan nama Amir Hamzah sedemikian penting dalam kesusastraan Indonesia. H. B. Jassin menyebutnya ‘Raja Penyair Pujangga Baru’.
“Sudah lama saya jatuh hati pada sajak-sajak Amir Hamzah yang syahdu, penuh dengan kesenduan, tetapi juga dengan kuat mengungkapkan banyak lapisan baru dalam karya puisi pada zaman itu. Selain sebagai penyair, Amir Hamzah juga punya peran besar dalam lahirnya republik. Ia aktif dalam berbagai perkumpulan pemuda yang menyuarakan kesadaran nasionalisme melawan kolonialisme Belanda. Meskipun demikian berprestasi, jalan hidup Amir sesungguhnya sangat tragis. Kesedihan cinta yang diputuskan oleh politik kolonial yang bersembunyi di balik adat, juga kematiannya yang menyedihkan di tengah revolusi kemerdekaan,” ujar Happy Salma, produser pementasan dari Titimangsa Foundation.
Naskah pementasan ini ditulis oleh Ahda Imran, penyair yang juga dikenal menulis sejumlah naskah panggung. Pementasan yang disutradarai oleh Iswadi Pratama dari Teater Satu Lampung ini menghadirkan para pemain yang sangat berdedikasi dan ingin terus menantang dirinya untuk berkembang dalam keaktorannya. Lukman Sardi bermain sebagai Amir Hamzah, Prisia Nasution berperan sebagai Tengku Tahura. Dalam pentas kali ini, selain pemain yang merupakan pemain film, tergabung juga pemain teater yang sudah matang dan bermain dalam banyak lakon. Sri Qadariatin berperan sebagai Iliek Sundari dan Dessy Susanti berperan sebagai Tengku Kamaliah. Selain itu, pementasan ini juga didukung oleh tim artistik yang solid yaitu Iskandar Loedin sebagai Penata Artistik, Retno Damayanti sebagai Penata Kostum, Aktris Handradjasa sebagai Penata Rias dan Jaeko sebagai Penata Musik.
“Memerankan Amir Hamzah mendorong saya untuk mempelajari literasi sastra Indonesia lebih mendalam dan ternyata di balik puisi karya Amir Hamzah yang sarat dengan tema cinta dan agama, sering juga mencerminkan konflik batin yang mendalam. Bagi saya, sosok Amir Hamzah memberikan pelajaran yang sangat berarti, bagaimana seseorang yang seumur hidupnya mempertahankan rasa cinta dan memaafkan di tengah hasrat membenci yang sangat kuat,” ujar Lukman Sardi.
Nyanyi Sunyi Revolusi bercerita tentang Amir Hamzah dalam hubungannya dengan percintaan terhadap manusia dan negaranya. Semasa Amir menempuh pendidikan di Solo, ia menjalin kasih dengan seorang puteri Jawa, Ilik Sundari. Di tengah kemesraan mereka itulah Amir kehilangan ibunya, lalu ayahnya setahun kemudian. Biaya studinya lalu ditanggung oleh Sultan Mahmud, Sultan Langkat. Paman Amir sekaligus raja kesultanan Langkat itu sejak awal tak menyukai aktivitas Amir di dunia pergerakan. Apa yang dikerjakan Amir dianggap bisa membahayakan kesultanan. Untuk menghentikan aktivitas Amir di dunia pergerakan, ia memanggil Amir pulang ke Langkat untuk dinikahkan dengan putrinya, Tengku Puteri Kamaliah. Amir bisa saja menolak tapi Ia sadar betapa ia telah berhutang budi pada Sultan Mahmud. Amir dan Ilik akhirnya dipaksa untuk menyerah, menerima kenyataan bahwa cinta kasih mereka harus berakhir. Meski keduanya masih kuat saling mencintai.
Pernikahan Amir Hamzah dan Tengku Puteri Kamaliah adalah pernikahan yang dipaksakan demi kepentingan politik. Keduanya terpaksa harus menjalani pernikahan itu meski saling tahu bahwa masing-masing tak saling mencintai. Kerinduan dan kehilangan Amir pada Ilik Sundari tetap kuat membekas.
Sementara diam-diam pula ternyata istri Amir, Tengku Puteri Kamaliah, mengetahui kisah cinta kasih Amir dan Ilik Sundari. Ia turut merasakan kesedihan cinta yang tak sampai itu. Pada puterinya, Teungku Tahura ia berniat mengajak Ilik Sundari ke Mekkah naik haji bertiga bersama Amir. Bahkan, jika Amir ingin tetap menikahi Ilik Sundari, ia merelakannya.

Tapi sebelum semua tercapai, suasana Revolusi Kemerdekaan membawa ketidakpastian politik yang membawa rusuhan di seluruh Langkat. Atas hasutan segolongan laskar rakyat dengan agenda politik mereka, meletuskan kerusuhan sosial. Istana Langkat diserbu dan dijarah. Begitu pula dengan nasib Amir. Ia diculik, ditahan dan disiksa di sebuah perkebunan, lalu dipenggal. Seperti perpisahan Amir dan Iliek Sundari, juga pernikahan Amir dan Tengku Puteri Kamaliah yang penuh kepentingan politik kolonial, demikian pula dengan kematiannya, yang diwarnai kekacauan dan kepentingan politik.
Dalam melakukan riset naskah pentas mengenai sosok Amir Hamzah, penulis banyak bersumber dari buku karya Nh Dini berjudul “Amir Hamzah, Pangeran dari Seberang”. Pementasan ini juga salah satunya sebagai bentuk salam hormat dari Titimangsa Foundation untuk penulis kebanggaan Indonesia yang telah berpulang, Nh Dini.
Sebelum menyaksikan lakon Nyanyi Sunyi Revolusi ini, penikmat seni juga dapat mengetahui lebih lanjut mengenai pementasan ini dengan Lukman Sardi pemeran Amir Hamzah melalui live chit-chat yang dapat disaksikan melalui akun Instagram @indonesia_kaya pada Jumat, 1 Mei 2020 pukul 16.00 WIB sore ini. (Fjr/PR) | Foto: Dok. Bakti Budaya Djarum Foundation