Kebangkitan Nasionalisme di mata anak Rawasengon Tanah Merah Plumpang

 Kebangkitan Nasionalisme di mata anak Rawasengon Tanah Merah Plumpang

Jakarta ,Telescopemagz.com- Potret kehidupan Marginal di daerah pinggiran Jakarta Utara. Cuaca Jakarta saat hari itu sangatlah panas sekali, hingga mencapai 33-34 derajat Celcius. Begitu juga cuaca di PKBM OBI Tanah Merah Rawasengon.

Tepat jam 12.00 mereka berangkat dengan berjalan kaki hingga halte busway Mal Arta Gading atau jika dihitung dalam meter berjarak 2600 meter (2,6 km) Jauh ? tentu tidak karena anak anak ini sudah ditempa dengan mental lapangan sering berjalan kaki. Awalnya mereka senang karena mau belajar di luar ruangan dengan outing ke gedung STOVIA. Ada pesan yang akan disampaikan saat mereka (siswa PKBM OB Paket A,Paket B dan Paket C) tiba disana. Mereka memiliki tugas yang diberikan oleh gurunya masing masing.

Mental Kemalasan mereka harus ditebas
Yap, itulah yang kami rasakan saat mengajar disana ada beberapa siswa yang malas datang ke sekolah hanya untuk belajar.Momentum acara historical trip ke STOVIA akan terlihat mental mereka sebagai pejuang atau pecundang.

Akhirnya tahap pertama mereka berhasil naik Busway di Halte MAG lalu transit di Halte busway cerefour untuk menuju halte busway Cempaka Mas mereka harus dibagi kelompok kecil karena padatnya busway siang hari itu. Untuk sampai di Halte Busway Kwitang yang berjarak dekat dengan gedung STOVIA.

Didalam bus AC nyala sangatlah dingin dan itu bonus buat mereka yang sudah berjalan dari HOA (House of Art) Rawasengon ke Halte busway MAG. Setelah sampai di halte Kwitang kisaran nyaris jam dua siang lebih mereka harus berjalan lagi ke gedung STOVIA yang berjarak 800 meter.Perjalanan panjang dengan jalan kaki membuat mereka kelaparan. Tanpa alas tikar mereka bebas makan dimana saja.

Mereka berhak pintar dan cerdas

Dan setelah sampai mereka disuguhkan film dokumenter tentang STOVIA dahulu kala dan saat ini. Disini mereka tanpa mereka sadari dapat bonus kedua ruangan ber AC dingin plus pengetahuan tentang STOVIA dalam kurun waktu 12 menit. Setelah itu mereka berpencar karena tugas mereka. Namun ada beberapa siswa yang kelaparan dan kehausan saat itu.Mereka sibuk makan dan membeli air mineral untuk mereka minum dan mereka meminta ijin untuk itu. Sebuah karakter baik kita ajarkan kepada mereka walaupun mereka berasal dari lingkungan mereka yang ‘liar’.

Ada beberapa dari mereka terbiasa membantu ibunya jam dua subuh memulung sampah yang masih bisa mereka jual. Hal ini sudah membentuk daya juang hidup mereka. Bagi mereka itu hal merupakan hiburan yakni berkumpul teman di sekolah atau sekedar nongkrong bareng. Bahkan di jam pelajaran ada yang ngantuk berat. Hidup mereka sungguh berat. Diharapkan 2 jam mereka disana tahu para pemimpin Bangsa Indonesia terlahir dari tempat ini dan menjadi inspirasi mereka di kemudian hari bahwa jika dilakukan dengan kerja keras dan sungguh sungguh dan Andalkan Tuhan tidak ada suatu yang mustahil. Mereka , anak anak Tanah Merah Rawasengon Plumpang berhak untuk pintar dan cerdas seperti alumnus STOVIA.

Sejarah STOVIA

STOVIA (School Tot Oplendingm Van Inlandschen Artsen) . STOVIA ini merupakan penyempurnaan dari sistem pendidikan kedokteran Sekolah Dokter Jawa yang didirikan pada tahun 1851 di Rumah sakit Militer Weltevreeden ( sekaran dikenal RSPAD Gatot Soebroto,red) pada tahun 1920 kegiatan pendidikan STOVIA di pindahkan ke Salemba. Pemerintah Hindia Belanda saat itu memanfatkan gedung sebagai sekolah MULO ( Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang berarti pendidikan setingkat SMP/ Paket B kala itu. Saat Ini Gedung STOVIA ini berdasarkan Keputusan Mentei Pendidikan dan Kebudayaan No.030/0/1984 menjadi Cagar Budaya Bernama Museum Kebangkitan Nasional.

Penulis Eka C Herkambang. S.IP (Volunter/Jurnalis/Aktivis Sosial dan Lingkungan)

Fajar Irawan

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *