Anggota DPR Ledia Hanifa Amalia Ingatkan Pemerintah Soal RS Darurat
Telescopemagz.com – Pilihan pemerintah untuk membangun rumah sakit darurat, khusus penanganan pasien Covid-19, dianggap realitis oleh anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah. Menurut politikus PKS ini, pilihan dianggap tepat karena pemerintah bisa menghemat waktu dan biaya, dibandingkan harus membangun gedung baru, yang waktunya lama dan memakan biaya besar.
Namun diingatkan Ledia, pemerintah harus cermat dan teliti saat dilakukan upaya alih fungsi gedung atau wilayah. Hal yang harus diperhatikan tersebut antara lain, standarisasi ruang rawat, ketersediaan alat dan SDM, serta persoalan limbah.
Contoh Wisma Atlet Kemayoran yang kini oleh pemerintah sudah dialihfungsikan menjadi tempat perawataCon pasien Covid-19, dari 10 tower dinyatakan bisa menampung hingga 22 ribu pasien, dengan 2400 kamar, dan sudah siap dipakai sejak Senin (23/3/2020).
“Pengalihfungsian ini memang situasi darurat, namun saya harap soal standarisasi ruang isolasi dan ruang rawat, ketersediaan alat dan SDM serta persoalan limbah, harus tetap disiapkan dengan sangat teliti dan cermat. Ini harus diperhatikan dari sekarang, agar tidak terjadi hal-hal tidak diinginkan ke depannya,” kata Ledia kepada para wartawan, Senin (23/3/2020).
Ketersediaan kamar di Tower Wisma Atlet memang patut diapresiasi, apalagi dalam jumlah cukup Bbanyak. Namun ruang isolasi dan ruang rawat bagi para pasien Covid-19 tetap membutuhkan spesifikasi, dengan standar khusus karena sifat penularan virus yang begitu cepat.
“Menyiapkan kamar rawat dengan spesifikasi dan standar khusus dalam waktu singkat, tentu akan menjadi tantangan tersendiri, membutuhkan biaya tak sedikit pula, tetapi jangan sampai menjadi kurang cermat dan teliti karena alasan keterbatasan waktu dan biaya.” ingatnya.
Harus ada pembuangan limbah yang tepat
Ia juga mengingatkan soal ketersediaan alat dan tenaga kesehatan yang harus memadai.
“Semakin hari ketersediaan obat-obatan dan peralatan pendukung kesembuhan pasien, serta peralatan pendukung kerja dan pelindung kesehatan bagi para tenaga kesehatan, makin terbatas jumlahnya,” jelasnya.
Padahal, kata Ledia, untuk tempat yang dikhususkan sebagai tempat perawatan pasien Covid-19, maka ketersediaan obat, alat dan APD bagi alat kesehatan ini harus menjadi prioritas utama.
“Sederhananya saja soal masker medis dan handsanitizer yang semakin langka, begitu juga dengan pakaian APD,” tandasnya.
Ledia menyarankan, produksi dan peredaran peralatan pendukung kesembuhan pasien, serta peralatan pendukung kerja dan pelindung kesehatan bagi para tenaga kesehatan, segera ditata dengan aturan khusus, hingga tidak ada lagi penimbunan atau bahkan salah manfaat.
“Sebab saat ini yang banyak terjadi masyarakat ikut berbondong-bondong menjadi pemakai barang yang lebih dibutuhkan oleh tenaga kesehatan,” sambung legislator asal Dapil Jabar 3 tersebut.
Terakhir, terang Ledia, adalah persoalan limbah. Setiap rumah sakit tentu telah dirancang secara khusus memiliki standar pengolahan dan pembuangan limbah, dengan spesifikasi dan standar khusus dan berbeda dengan bangunan dan wilayah lain.
“Pada saat mengalihfungsikan bangunan non rumah sakit seperti wisma atlet menjadi rumah sakit, tentu menjadi PR tersendiri persoalan pengolahan dan pembuangan limbah. Merombak secara keseluruhan tentu tidak mungkin, tidak cukup waktu dan biaya. Namun tetap tetap harus ada upaya terencana, cermat dan teliti agar urusan pengolahan dan pembuangan limbah, tidak menjadi masalah baru di kemudian hari,” papar Ledia.
Penanganan limbah rumah sakit ini jelas memerlukan koordinasi dan kerjasama lintas Kementerian/Lembaga terkait, karena potensi penularan maupun pencemaran pada orang dan lingkungan sekitar tempat alihfungsi rumah sakit ini cukup tinggi.
“Sesegera mungkin pihak terkait menyiapkan SOP dan teknis pengolahan dan pembuangan limbah, sebelum kita harus berhadapan dengan situasi yang lebih sibuk bila alihfungsi sudah dilakukan,” pungkasnya.
Pewarta : Husnie
Editor : Ari