FORWAN Indonesia Gandeng Kemendikbud Gelar Diskusi Seputar Industri Film

 FORWAN Indonesia Gandeng Kemendikbud Gelar Diskusi Seputar Industri Film

Jakarta, Telescopemagz.com | Dalam rangka menyambut Hari Film Nasional ke-73 yang jatuh pada 30 Maret 2023 mendatang, Forum Wartawan Hiburan (FORWAN) Indonesia bekerjasama dengan Kemendikbud RI, menggelar acara Diskusi Seputar Industri Film yang berlangsung di Sanggar Teater Populer, di Kebon Pala 1/295, Jakarta Pusat, Sabtu petang kemarin (18/03/2023).

Diskusi Seputar Industri Film yang mengangkat tema film horor tersebut juga menjadi rangkaian acara untuk menyambut HUT FORWAN Indonesia yang ke-9, yang jatuh pada tanggal 21 April mendatang.

Dengan capaian penonton hingga jutaan per judulnya, bahkan memecahkan rekor perolehan penonton sepanjang masa di bioskop nasional, serta meraih piala Citra FFI dan festival film lainnya, untuk elemen elemen penggarapannya, film nasional genre horor bukan lagi karya yang diremehkan. Bahkan kini menjadi arus utama.

Film horor dengan pijakan kekayaan budaya Nusantara juga berpotensi sebagai produk khas Indonesia yang bisa mendunia sebagaimana K-Pop yang sukses mengglobal.

Sementara itu, untuk mendapat perlakuan setara, para produser harus memperjuangkannya dengan pemilik bioskop, tidak bisa pasrah begitu saja. Menerima jadwal dan jumlah layar yang diberikan.

Sedangkan penguasa bioskop juga perlu diajak bicara dengan produser dan sineas untuk menentukan mana film yang sesuai dengan penontonnya. Jangan sampai salah sasaran, tidak sesuai segmen penontonnya.

Demikian pokok pokok pikiran dalam diskusi industri film horor di perfilman nasional yang digagas Forum Wartawan Hiburan (FORWAN) Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Perfilman Musik dan Media Kemendikbud, serta didukung oleh PT Gema Production (Uti Deng Keke), PT Dee Company, Multivision Plus, NAGASWARA, ProAktif, TA PRO dan Heru Setya Budi.

Dipandu oleh Joko Dewo selaku MC, acara Diskusi Seputar Industri Film bertajuk “HORROR NAIK KELAS, Dari Grade B Ke Genre Bergengsi” yang dimoderatori oleh Haris Jauhari, menghadirkan sutradara Joko Anwar, produser film H. Firman Bintang dan ketua organisasi perbioskopan H. Djonny Syafruddin SH. Sementara Aktor dan sutradara Slamet Rahardjo bertindak sebagai tuan rumah.

Dengan menyajikan presentasi sejarah panjang film genre horor karya dunia dan Indonesia, sutradara Joko Anwar menyampaikan bahwa kisah kisah horor dalam film sudah hadir sejak teknologi sinematografi periode awal ditemukan. Juga di Indonesia. Sutradara Pengabdi Setan (2017 – 6,3 juta penonton) dan 2022), Perempuan Tanah Jahanam (2019 – 1,7 juta penonton) dan Pengabdi Setan 2 : Communion (2022 – 4,2 juta penonton) ini juga menyebut bahwa film horor Indonesia sudah tayang di empat benua.

Joko Anwar

Dikemukakan membuat film horor tidak mudah. Karena semua elemennya harus presisi. Ada banyak pengulangan adegan, namun sineas selalau ditantang menyajikannnya secara berbeda. Sehingga penonton selalu merasa mendapatkan hal yang baru.

Selaku sutradara Joko Anwar menyatakan, budaya Nusantara yang dekat dengan dunia mistis memiliki 42 jenis hantu yang bisa dieksplorasi sebagai film. “Bandingkan dengan Barat yang hanya menghadirkan tiga jenis, drakula, monster dan zombie, “ katanya.

Produser Firman Bintang memetakan bahwa pasar film nasional adalah kelas menengah ke bawah. Maka fokus kepada kelompok itu, dia menghadirkan film filmnya. “Dari 30 film yang saya produksi, 20 judul di antaranya film horor, “ ungkapnya.

Mencari sutradara film horor tak mudah, kata Firman Bintang, yang sebelumnya dikenal sebagai jurnalis . “Banyak terang terangan menyatakan tidak bisa, banyak yang tidak mau, “ungkapnya. “Selama ini saya banyak kerjasama dengan Nayato Fio Nuala karena dia yang mau dan bisa memenuhi kriteria yang saya inginkan. Sebenarnya saya terbuka kerjasama dengan siapa saja,“ jelasnya.

Dipaparkan, di Indonesia, menyelesaikan karya jadi film, baru setengah perjalanan bagi produser. Karena perjalanan berikutnya memperjuangkannya ke pengelola bioskop untuk menayangkannya, untuk mendapatkan layar.

Selama ini ada ketidak adilan bagi produser film dan sineas Indonesia, katanya. Untuk film impor film Barat, pengelola bioskop secara otomatis memberikan 300 layar sekali tayang. Sementara untuk film nasional hanya puluhan. Bahkan untuk film tertentu, hanya beberapa layar saja.

“Dan mereka tidak terbuka. Pernah film saya tayang bareng film  Iron Man, ya, hancurlah! Sehari tayang, langsung drop!” kenangnya. “Pernah juga film saya diadu dengan film nasional lain yang banyak bintangnya. Saya protes. Kalau saya diemin, bunuh diri namanya, “ katanya dengan nada tinggi.

Djonny Syafruddin, mengungkapkan bagaimana bioskop bisa hidup lagi setelah dua tahun dilarang operasi lantaran Covid 19. “Sebagiannya bangkrut, dan saya tidak bisa tinggal diam. Saya langsung omong ke Luhut Panjaitan, yang kebetulan teman SMA di Medan. ‘Ini gimana, Hut?, teman teman gua pada bangkrut. Kapan bioskop dibuka? Luhut bilang, sabarlah. Saya bilang, keburu teman pada mati ini, “ katanya.

Terkait dengan topik film horor, Djonny Syafruddin SH menyatakan, film itu merupakan produk misteri bukan karya matematis. “Harapannya banyak penonton ternyata gagal, tak ada penonton. Modal Rp.15 miliar habis. Ada yang modalnya Rp.3 miliar bisa dapat Rp. 90 miliar” ungkapnya.

Djonny mengeluhkan, banyak pengusaha bioskop dihujat karena menurunkan film nasional. Tapi ketika mendapat puluhan miliar, dari bioskop diam saja, tak ada ungkapan terima kasih.

Selaku ketua organisasi perbioskopan, Djonny Syafruddin meminta produser untuk banyak dialog dengan pengusaha bioskop. Film diproduksi dengan modal. Bioskop juga dioperasikan dengan modal dan harus menggaji karyawan.

“Untuk satu layar bioskop, investasinya Rp2,5 sampai Rp.5 miliar,“ katanya.

Sebagai informasi, menurut data Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia yang dilaporkan pada Mei 2022, jumlah layar bioskop di Indonesia mencapai 2.088 layar. Sebanyak 65 persen di antaranya adalah milik jaringan Cinema XXI, baru kemudian ada jaringan CGV, Cinepolis, dan independen

Pengusaha bioskop dan produser harus sama sama cermat memetakan penonton. Dia ungkapkan pentingnya publikasi dan marketing. Wartawan memiliki peran sebagai pemandu masyarakat penonton.

Di daerah, film Barat banyak yang tak laku, justru film lokal laris. “Di Cilacap, tempat bioskop saya, kabar Luna Maya didandanin jadi Suzzana sudah ditunggutunggu dan ditanya tanya kapan mainnya. Dan benar, 80% yang nonton ibu ibu, “ katanya.

Aktor dan sutradara Slamet Rahardjo yang menutup pembicaraan menyatakan dengan presentasi panjang Joko Anwar, dia mengakui bahwa penggarapan film horor memerlukan kesungguhan dan ketelitian. Dia melihat dari proses itu pada diri Joko Anwar, dan mengingatkan pada bagaimana Teguh Karya, guru aktingnya, menyutradarai film-filmnya.

Dalam sejarah perfilman nasional, almarhum Teguh Karya (1937-2021) dikenal sebagai sineas yang cermat, artistik dan teliti. “Joko Anwar adalah Teguh Karya di hari ini, “ tutupny. (FORWAN Indonesia /Fjr). | Foto: FORWAN & Fajar

Fajar Irawan

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *